Jeritan Haru Petani: Dedi Mulyadi Dimintai Bantuannya untuk Menjaga Tanah Leluhur

Telunjuk Digital Teriakan para petani desa Iwul, kecamatan Parung, kabupaten Bogor, menarik perhatian di platform-media sosial.

Petani itu bercerita mewakili kebanyakan penduduk Desa Iwul yang berprofesi sebagai petani.

Dia mengharapkan dukungan dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam upaya melindungi tanah warisan keluarga.

Ia melawan pengeksploitan sumber daya alam yang berlangsung di daerahnya.

Aksi tersebut disebar salah satunya lewat akun Instagram @infoparung, seperti diambil pada Sabtu (26/4/2025).

"Warga Desa Iwul saat ini menghadapi tindakan-tindakan kejam dari pihak-pihak yang tak bertanggung jawab atas pengurangan lahan pertanian, gudang beras, masalah pertanahan, dan isu agraria," katanya.

Pemohon tersebut mengharapkan agar Bupati Bogor, Rudy Susmanto, dan Dedi Mulyadi ikut campur tangan.

Menurut dia, penggalian sumber daya alam di Desa Iwul secara langsung mengakibatkan degradasi lingkungan.

"Kami tengah menghadapi situasi seperti itu, saya meminta bantuan kepada Bupati Bogor serta Gubernur Jawa Barat, pak," tambahnya.

"Saya meminta agar bapak menyelidiki tempat tersebut sehingga dapat melanjutkan tindakan membantu warga Desa Iwul," jelasnya.

"Sebab telah timbul pengaruh yang mengganggu warga di Desa Iwul," jelasnya, seperti dilansir dari TribunnewsBogor.com.

Seorang penduduk setempat bernama Inan (72) menyatakan bahwa dia sangat memahami asal-usul lahan berukuran 143 hektar yang saat ini direncanakan menjadi area perumahan.

Inan menjelaskan bahwa lahan tersebut dulunya merupakan perkebunan karet dan cengkeh yang dikuasai perusahaan Belanda pada tahun 1932 silam.

Dan dari waktu itu setelah berpindah pemilik sampai akhirnya diambil alih oleh PTPN 11.

Namun sayangnya, tidak ada dokumen yang dapat menguatkan alasan bagi warga untuk terus bercocok tanam di atas lahan tersebut.

Warga hanya mengandalkan narasi bahwa lahan tersebut merupakan milik leluhur mereka, dengan bukti adanya makam tua di lokasi yang dimaksud.

Narratif itu, walaupun sangat kuat dalam hal cerita lisan, tetap tidak seteguh bukti berupa dokumen tulis seperti kwitansi pembayaran PBB atau Kikitir yang diterima pemerintah desa di zaman dahulu, saat kantor pertanahan masih belum sedemikian canggihnya.

Lebih dari 300 orang petani tumpangsari mengharapkan adanya keputusan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat supaya mereka dapat melanjutkan aktivitas bertanam di area yang saat ini direncanakan menjadi kompleks perumahan, demikian menyatakan salah satu koordinator masyarakat, Jarkasih.

Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat ikut campur dalam masalah ini dengan mengadakan kampanye hukum seputar keluhan tentang kerusakan area resapan air di Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.

Satu keluhan dari publik adalah adanya klaim atas lahan yang tidak melibertakan peran serta masyarakat setempat.

Khususnya para petani pemilik lahan di Kampung Lengkong Barang, Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudi menyatakan bahwa PT Kuripan Raya telah mendapatkan persetujuan resmi untuk mengatur lahan itu.

Namun demikian, terdapat beberapa aspek sosial dan lingkungan yang merupakan hak fundamental untuk masyarakat dan seharusnya dilaksanakan oleh para developer perusahaan.

"Penimbunan area cekungan sungai di Kali Sentiong serta penebangan hutan tanpa penanaman kembali jadi sorotan Walhi Jawa Barat yang ingin diperbaiki melalui mediasi," terang Wahyudi.

Contoh lainnya, sejumlah penduduk malahan dihantui ketidaknyamanan akibat rencana kebijakan yang diajukan Dedi Mulyadi.

Pasalnya Dedi berencana aktifkan kembali jalur Kereta Api (KA) Bandung-Ciwidey yang telah lama tidak beroperasi.

Hal ini membuat warga yang telanjur tinggal di sepanjang bantaran rel jalur KA tersebut cemas.

Apalagi sudah ada yang memiliki bangunan permanen.

Melansir Kompas.com, satu kawasan yang terdampak adalah Kampung Ciluncat, Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung.

Ketua RT 07/RW 01, Dadan Rustandi (42), membenarkan bahwa para warga di kampungnya sudah resah.

"Kalau warga sebenarnya sudah mulai resah semuanya. Soalnya kata informasi yang beredar, lima tahun ke depan mau dijalankan lagi (jalur KA Bandung-Ciwidey)."

Warga menjadi gelisah, semuanya cemas," jelas Dadan ketika dijumpai pada Jumat (18/4/2025).

Sejak sekitar 18 tahun menetap di desa itu, banyak penduduk sudah membangun struktur tetap dan setengah tetap.

Ada pula rumah-rumah yang terbina tepat di atas jalur kereta api, dan sebagian dari mereka masih mempertahankan rel kereta api di dalam strukturnya.

Dadan menyebutkan bahwa mayoritas penduduk di RT 07/RW 01 mendirikan hunian diatas jalur rel kereta api yang sudah lama tak digunakan lagi.

Rute rel kereta api itu pun digunakan oleh masyarakat sebagai sarana transportasi.

Mereka melapisi rel dengan beton dan semen untuk mengubahnya menjadi dasar yang kuat, menjadikannya sebagai landasan tetap.

Tetapi banyak trek kereta api yang putus akibat adanya pembangunan di atasnya, dan beberapa lainnya telah menjadi jalan kaki bagi kegiatan sehari-hari penduduk setempat.

Jika rencana aktivasi KA Bandung-Ciwidey dilanjutkan, sekitar ratusan warga di Kampung Ciluncat, khususnya yang terancam kehilangan tempat tinggal, akan terdampak.

"Kepala kelurganya (KK) di tempat ini kurang lebih berjumlah 60. Bila kita menambahkan penduduk yang menyewa rumah, totalnya bisa mencapai kisaran 70-an KK. Apabila dilihat dari jumlah kependudukan, kemungkinannya melebihi 200 orang," jelas Dadan.

Di luar struktur perumahan, satu sarana publik lainnya yang menghadapi ancaman penghapusan adalah mesjid tersebut.

Walaupun begitu, Dadan serta penduduk yang lain belum tentu menentang ide itu seluruhnya.

Mereka mengenali potensi positif dari jalur kereta api terhadap ekonomi Jawa Barat, tetapi mereka juga mendesak kesetaraan dan perlindungan hak asasi manusia.

"Berdasarkan pendapat saya selaku salah satu warga, sebenarnya tidak mengapa jika proyek KA Bandung-Ciwidey diteruskan kembali, tentunya dengan catatan bahwa pihak pemerintahan tetap memperhatikan nasib rakyatnya. Hal utama bagi kami adalah memiliki tempat tinggal baru, ukurannya besar atau kecil itu bukanlah hal yang terlalu menjadi permasalahan," ungkap Dadan secara tegas.

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Perhatikan pula berita atau detail tambahan yang ada di Facebook , Instagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan