4 Calon Utama yang Dipertimbangkan untuk Menggantikan Paus Fransiskus

Telunjuk Digital , Jakarta - Paus Fransiskus kembali ke Surga pada tanggal 21 April 2025, mengakhiri bab penting dalam catatan umat Katolik Romawi. Sekarang, sorotan global fokus pada jalannya seleksi uskup terbaru. Paus kedua puluh enam tujuh, yang akan diputuskan lewat Konklav Paus di Kapel Sistina sebentar lagi.

Sebagaimana tradisi konklaf yang berlangsung selama berabad-abad, para kardinal dari berbagai penjuru dunia akan berkumpul dalam forum tertutup untuk memilih pemimpin spiritual baru bagi lebih dari 1,3 miliar umat Katolik. Proses ini kerap diwarnai dinamika politik internal Gereja, aliansi strategis, hingga kejutan, seperti terpilihnya Jorge Mario Bergoglio pada 2013 yang kemudian dikenal sebagai Paus Fransiskus, meski semula bukan nama unggulan.

Pada kesempatan kali ini, beberapa nama telah mulai terdengar sebagai calon yang dianggap berpotensi untuk mengambil alih ataupun memodifikasi jalannya Gereja seperti yang ditetapkan oleh Paus Fransiskus. Meskipun begitu, sama halnya dengan konklaf sebelum-sebelumnya, tidak ada satupun nama tersebut yang dapat dipastikan sampai asap putih menyala dari atap Kapel Sistina.

Berikut adalah empat calon utama yang diprediksi memiliki kesempatan tinggi untuk menjadi pengganti Paus Fransiskus:

1. Pietro Parolin (70 tahun, dari Italia)

Memegang posisi sebagai Sekretaris Negara Vatikan sejak tahun 2013, Pietro Parolin Merupakan tokoh utama dalam hierarki Gereja Katolik Romawi dan dipandang sebagai asisten terdekat Paus Fransiskus untuk mengurus masalah diplomasi internasional. Dia memiliki peranan signifikan dalam negosiasi dengan otoritas Tiongkok tentang pengangkatan uskapun, selain itu juga aktif berkomunikasi dengan beberapa pemerintahan di wilayah Timur Tengah.

Sifatnya yang bersahaja serta gaya mendekatinya yang kalem menyebabkan banyak diplomat global merasa senang dengannya. Walau bagaimanapun juga, beberapa pihak penentang memandang bahwa Parolin cenderung lebih mementingkan perjanjian politik dibandingkan dengan tetap teguh pada prinsip-prinsip kepercayaan. Akan tetapi, dalam pandangan para pendukungnya, dia menjadi bukti kelanjutan dan stabilitas.

2. Luis Antonio Tagle (67 tahun, dari Filipina)

Tagle merupakan figur utama di Asia, benua dengan peningkatan jumlah pemeluk Katolik yang paling pesat saat ini. Sebelumnya menjabat sebagai Uskup Agung Manila, ia pernah menjadi calon favorit Paus Fransiskus, terutama berkat keseragaman pandangan progresif mereka.

Pernah kali ini dia dengan tegas menyuarakan ketidaksetujuannya pada sikap gerejanya yang dinilai terlalu tegas bagi pasangan sejenis serta orang-orang yang telah bercerai, walaupun ia tetap setia pada pemandangannya yang tradisional soal masalah kehamilan. Beberapa tahun belakangan, dampak Tagle dalam lingkaran Vatikan dikatakan meredup, akan tetapi nama beliaulah yang masih menjadi salah satu kandidat utama.

Peter Kodwo Appiah Turkson. Antara/Vatican Press

3. Peter Turkson (berusia 76 tahun, dari Ghana)

Apabila dipilih, Turkson akan jadi Paus Afrika pertama dalam catatan sejarah modern ini. Dia terkenal karena dengan kerasnya mengemukakan masalah-masalah dunia yang bersifat sosial, termasuk pemanasan global serta kesenjangan ekonomi, sambil tetap setia pada pandangan klasik gereja tentang aspek-aspek tertentu, misalnya jabatan rahib dan perkawinan.

Baru-baru ini, pemikirannya tentang komunitas LGBTQ+ tampak berubah menjadi lebih lunak. Dia menyuarakan kritikan terhadap undang-undang diskriminatoris di beberapa negeri Afrika dan mendukung sikap yang lebih humaniter. Latar belakangnya sebagai mantan Ketua Majelis Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian semakin memperkokoh posisinya sebagai tokoh dengan visi sosial yang signifikan dalam kontestasi Paus.

4. Fridolin Ambongo Besungu (64 tahun, RDK Congo)

Besunggu merupakan tokoh dengan pandangan konservatif yang semakin mendapat perhatian dalam beberapa tahun belakangan. Dalam kapasitasnya sebagai Presiden dari Simposium Konferensi Episkopal Afrika dan Madagaskar, dia menjadi pusat perdebatan ketika ia secara terang-terangan menentang doktrin Fiducia supplicans, yang mengizinkan pembaptisan untuk pasangan non-tradisional serta mereka yang memiliki orientasi seksual sama. Dia menyampaikan bahwa prinsip tersebut tak dapat diteraplikan di Benua Hitam.

Terkenal sebagai seorang frater Kapusin yang teguh dalam mempertahankan keyakinan tradisional, Besungu dipandang dapat mengarahkan Gereja kembali kepada posisi konservatisme dan menjauhi pendekatan progresif yang dicanangkan oleh Paus Fransiskus. Walau bagaimana pun, dia masih menerima pengesahan langsung dari sang Paus ketika ditunjuk menjadi kardinal pada tahun 2019.

Dewi Rina Cahyani dan Rachel Caroline L. Toruan bersumbang pada penyusunan artikel ini