, JAKARTA - Nama eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang juga Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi muncul dalam surat dakwaan kasus mafia akses judi online (judol).
Dalam surat dakwaan itu menyebut Budi Arie Setiadi melakukan pertemuan dengan dua terdakwa yakni Zulkarnaen Apriliantony dan Adhi Kismanto di rumah dinas menteri komplek Widya Chandra , Kebayoran Baru, Senayan, Jakarta Selatan pada 19 April 2025.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Projo, Handoko mengatakan publik bisa mengecek fakta dan pemberitaan bagaimana Budi Arie berada di garis depan dalam memberantas judi online.
Menurutnya, surat dakwaan yang dikutip media menyatakan bahwa alokasi uang sogokan dari bandar judi online adalah kesepakatan para terdakwa.
Menurut Handoko, surat dakwaan tidak menyebutkan Budi Arie mengetahui perihal uang sogokan itu, apalagi menerima uang haram tersebut.
Sehingga, lanjut Handoko, Budi Arie tidak tahu soal pembagian sogokan itu, apalagi menerimanya baik sebagian maupun keseluruhan.
Ini pula yang diterangkannya saat diperiksa oleh penyidik. Polri ," ungkap Handoko.
Handoko menyebutkan bahwa pembentukan narasi jahat untuk merusak reputasi seseorang umumnya didasarkan pada informasi atau data yang tak lengkap, disertai dengan pesan subjektif yang menuduh secara terselubung.
"Kelengkapan data sangat diperlukan untuk mengerti masalah tersebut. Oleh karena itu, penjelasan ini saya berikan supaya masyarakat dapat memahaminya," tegas Handoko.
"Berhentilah menyebarkan cerita yang menyesatkan dan upaya penjelemaan buruk guna mencemarkan nama baik siapa pun, termasuk Budi Arie Setiadi. Kerusakan publik karena distorsi kebenaran sangat membahayakan masyarakat," ujarnya.
Handoko juga berharap agar jangan menyesatkannya untuk mencemarkan nama baik Budi Arie.
Pengadilan yang terbuka bagi publik saat ini tengah mengurus kasus hukum tersebut.
"Jangan mengaburkan kebenaran hukum dengan hipotesis yang tak berdasar, terlebih lagi melakukan penyesatan buruk hanya untuk merusak nama baik Budi Arie Setiadi," tegasnya.
Sebelumnya, diberitakan bahwa Budi Arie diketahui telah memberi petunjuk pada Terdakwa II, Adhi Kismanto agar menghindari tugas pengawalan situs web judi.
Budi Arie diklaimer telah memberikan izin pada terdakwa Zulkarnaen Apriliantony serta Adhi Kismanto untuk berpindah ke departemen permohonan pemblokiran yang ada di lantai 8.
Adi Kismanto serta Samsul berjumpa lagi bersama Zulkarnaen Apriliantony di Per Grams Crafted Grill & Smoke yang terletak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada bulan April tahun 2024.
Dalam pertemuan itu, Zulkarnaen Apriliantony mengatakan kepada Budi Arie Setiadi bahwa pengawasan situs web perjudian telah terdeteksi.
"Tetapi Zulkarnaen Apriliantony telah memastikan bahwa pengawasan situs judi masih bisa berlangsung karena Zulkarnaen Apriliantony adalah sahabat dekat dari Budi Arie Setiadi," jelas jaksa.
Berikutnya, Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, serta Muhrijan yang juga dikenal sebagai Agus sepakat untuk menjaga situs web judi online sesuai dengan tanggung jawab individu mereka masing-masing.
Zulkarnaen Apriliantony berperan sebagai penengah antara Menteri Kominfo waktu itu, Budi Arie Setiadi. Sementara itu, tugas Adhi Kismanto adalah mengklasifikasikan dan memilih situs-situs judi daring yang sudah dimasukkan ke dalam googlesheets agar dapat dilepaskan dari daftar platform perjudian yang direncanakan untuk diblokir.
Alwin Jabarti Kiemas berperan sebagai bendahara yang menangani distribusi dana dari aktivitas perlindungan terhadap situs judi online, sedangkan Muhrijan atau juga dikenal sebagai Agus memiliki tugas untuk menjalin komunikasi dengan agen-agen di balik situs tersebut yakni Muchlis Nasution dan Deny Maryono selaku saksi-saksinya.
Dalam dokumen gugatan yang diperoleh oleh Tribunnews.com, diketahui bahwa pemantauan situs perjudian daring dilakukan berulangkali mulai dari bulan Mei 2024 sampai dengan Oktober 2024.
Ratusan website perjudian daring yang melakukan transaksi setoran tiap bulannya dijaminkan untuk menghindari pemblokiran melalui sejumlah uang yang sudah disetujui oleh terdakwa.
"Para terdakwa tidak mempunyai hak untuk mengizinkan kegiatan perjudian atau mengambil bagian di dalamnya, karena aktivitas ini tidak mendapat persetujuan dari otoritas yang berhak dan juga bertentangan dengan hukum yang melarang tindakan semacam itu di seluruh area Indonesia," jelas jaksa.
(Tribunnews.com/Whiesa/Abdi Ryanda Shakti)
Artikel ini sudah dipublikasikan di Tribunnews.com
Social Plugin