
Pejabat senior dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Kemanusian secara tegas mengecamrencana Israel bersama Amerika Serikat yang berfokus pada penyaluran bantuan terbatas tersebut. Gaza , sambil mengingatkan bahwa tindakan itu berpotensi merugikan nyawa masyarakat umum, menimbulkan arus pengungsi besar, serta menggunakan bantuan humaniter sebagai senjata untuk memberi tekanan.
James Elder, juru bicara UNICEF , menggarisbawahi bahwa tawaran Israel untuk membangun sejumlah kecil sentra bantuan terbatas hanya di bagian selatan Gaza mendorong warga sipil pada "keputusan sulit antara berlindung atau mati."
Dia menyatakan bahwa metode ini bertentangan dengan aspek-aspek dasar dari nilai-nilai kemanusiaan dan sepertinya ditujukan untuk mengendalikan sumber daya vital demi memberi tekanan. Elder menjelaskan bahwa memerintahkan warga biasa masuk ke area militer guna mendapatkan bantuan adalah suatu tindakan yang membahayakan, serta bantuan humaniter seharusnya tidak dijadikan senjata negosiasi.
Apa Proses Penyaluran Bantuan dari Amerika Serikat dan Israel Menuju Jalur Gaza?
Sebelumnya, Amerika Serikat dan Israel menyatakan kesiapan mereka terhadap suatu rencana yang dibuat untuk meneruskan hal tersebut. bantuan kemanusiaan Menuju Gaza dengan bantuan dari sebuah organisasi non-pemerintah terbaru, sambil menjamin bahwa suplai tidak tersandera oleh Hamas.
Dilansir Al Jazeera Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), yang menerima dukungan dari Amerika Serikat (AS), berencana untuk memulai operasinya di Gaza pada pertengahan Mei sesuai dengan skema yang sudah menuai banyak kritik. Proyek ini mencakup kolaborasi antara yayasan dengan beberapa firma keamanan dan logistik swasta asal AS guna mentransportasikan bantuan hingga ke "lokasi-lokasi terlindungi". Di tempat-tempat itu, organisasi-organisasi penggalangan dana bakal menyebarkan barang-barangnya, demikian informasi dari pihak yang tahu tentang rancangan tersebut. GHF sendiri masih merahasiakan detail soal alokasi anggarannya.
GHF sudah mendorong Israel supaya mengizinkan PBB serta lembaga-lembaga bantuan lainnya untuk langsung melanjutkan penyediaan bantuan humaniter sampai fasilitas dasar tersebut berfungsi sepenuhnya. Mereka juga menegaskan bahwa langkah ini amat diperlukan untuk meredam krisis kemanusiaan yang saat ini terjadi.
Akan tetapi, PBB sudah menolak bekerja sama dengan lembaga itu, karena menyebutkan bahwa mekanisme pendistribusion yang diajukan kurang adil, tak berpihak, serta tidak bersifat mandiri. Sementara itu, Israel menjelaskan bahwa embargo dan tekanannya adalah upaya untuk membuat Hamas merilis para tawanan yang dimilikinya, dan negara ini juga mensupport usaha-usaha humaniter yang dianjurkan oleh AS guna membantu dalam pengendalian penyaluran bantuan dan mencegah Hamas menggunakan sumberdayanya secara sembarangan.
Hamas , melalui pejabat senior Basem Naim, memperkuat lagi bahwa memberikan izin bagi bantuan masuk ke Gaza adalah suatu prasyarat mutlak dalam segala negosiasi gencatan senjata dengan Israel. Dia juga menyebutkan bahwa kesempatan untuk mendapatkan makanan, air, serta obat-obatan merupakan hak dasar dari setiap orang.
Mengapa Rencana Ini Dikritik?
Rencana bantuan baru ini berbeda dengan sistem tradisional yang dipimpin oleh PBB, karena bergantung pada sejumlah tempat distribusi yang aman di dalam Gaza, di mana warga Palestina akan menerima paket bantuan yang cukup untuk satu minggu. Pemerintah Israel akan mendanai dan membangun infrastruktur untuk lokasi-lokasi tersebut, sementara perusahaan-perusahaan swasta Amerika Serikat akan menangani logistik dan keamanan. Pasukan Pertahanan Israel akan menyediakan keamanan di sekitar lokasi-lokasi tersebut, namun tidak akan terlibat secara langsung dalam pengiriman bantuan.
Para pengkritik, termasuk banyak organisasi bantuan dan kepala kemanusiaan PBB, berpendapat bahwa rencana tersebut tidak mungkin memenuhi standar hukum humaniter dan khawatir rencana tersebut akan membahayakan prinsip-prinsip netralitas dan independensi. Mereka juga mempertanyakan kelayakan yayasan tersebut untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang luas setelah kekurangan dan konflik yang berkepanjangan.
Sementara itu, Israel melanjutkan blokadenya, menahan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan dari Gaza, yang bertujuan untuk menekan Hamas agar membebaskan para sandera, sementara situasi kemanusiaan memburuk, dengan peringatan bahwa setengah juta orang di Gaza menghadapi kelaparan.
Siapa yang Paling Dirugikan?
Menurut UNICEF Di website resmi PBB, skema tersebut diyakin akan membahayakan golongan-golongan yang paling lemah di Gaza - lanjut usia, balita dengan keterbatasan fisik atau mental, pasien-pasiens, serta mereka yang cidera dan tak mampu berpindah menuju lokasi-lokasi penyaluran bantuan yang sudah ditetapkan. Grup-grup ini bakal mendapat tantangan signifikan untuk bisa mencapai dukungan yang dibutuhkan.
Rancangan cetak biru Israel menyarankan agar hanya diizinkannya 60 truk bantuan setiap harinya menuju Gaza, kurang lebih seperseribu puluh dari jumlah total yang disalurkan saat jeda pertempuran antara Israel dan Hamas mulai 19 Januari sampai 18 Maret.
Pemimpin tersebut menjelaskan bahwa angka itu sungguh tak memadai bagi sekitar 1,1 juta anak-anak serta lebih dari 2 juta warga lainnya. Dia mendorong penghapusan total hambatan tersebut supaya pertolongan humaniter bisa beredar tanpa halangan dan membantu menyelamatkan hidup orang-orang tersebut.
Jens Laerke, perwakilan pers dari Kantor Koordinator Urusan Humaniter Perserikatan Bangsa-Bangsa (OCHA), menyerukan kepada otoritas Israel agar mengizinkan bantuan yang terhenti di luar Jalur Gaza untuk bisa masuk dengan lancar. UNRWA Lembaga penyedia bantuan utama di Jalur Gaza menyatakan bahwa lebih dari 3.000 truk berisi persedian tetap terhenti di titik perbatasan.
Juliette Touma, Kepala Komunikasi UNRWA, mengungkapkan keprihatinan terkait pemborosan sumber daya penting yang semestinya bisa dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan anak-anak yang kelaparan ataupun mendistribusikan obat-obatan kepada para pasien dengan kondisi medis jangka panjang. Dia juga menekankan perlunya membuka kembali perbatasan, mencabut blokade, melepaskan tawanan Israel, serta merehabilitasi aliran bantuan kemanusiaan.
Keadaan Mengkhawatirkan di Tengah Gaza
Pekerja bantuan di dalam Gaza menyampaikan kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Laporan dari UNRWA menunjukkan bahwasannya barisan untuk mendapatkan makanan sudah tidak lagi ada lantaran stok habis. Sebanyak lebih dari 80 dapur publik tutup mulai pertengahan April dikarenakan kekurangan sumber daya, angka ini semakin meningkat dan membuat krisis lapar menjadi semakin parah.
Merespons pernyataan Israel bahwa bantuan disalahgunakan oleh Hamas, seboth Touma maupun Dr. Margaret Harris, yang merupakan juru bicara WHO, menggarisbawahi bahwa proses pengawasan dari awal hingga akhir sangat ketat demi memastikan suplai tepat sampai di rumah sakit tujuan. Menurut Dr. Harris, tak ada indikasi penyimpangan bantuan dalam jaringan kesehatan Gaza; ia menjelaskan tantangan utamanya adalah batasan bagi masuknya bantuan, bukannya distribusinya sendiri.
UNICEF juga mengutuk proposal rencana Israel untuk mewajibkan pengenalan wajah untuk akses bantuan, dan menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kemanusiaan dengan menggunakan distribusi bantuan untuk penyaringan intelijen atau militer. Ia mengingatkan bahwa gencatan senjata sebelumnya telah secara signifikan meningkatkan gizi anak-anak, akses ke layanan kesehatan, dan perbaikan sistem air.
Elder mengekspresikan kekhawatirannya terhadap blokade yang sekarang "secara angkuh" menghalangi penyediaan barang-barang esensial bagi kelangsungan hidup anak-anak dan ia juga memberi peringatan bahwa rencana itu memiliki potensi untuk memisahkan keluarga saat mereka berusaha bepergian dari satu wilayah takaman menuju area lain guna mendapat bantuan selama serangan udara masih berlanjut.
Social Plugin