Generasi demi generasi wanita dari pulau Jeju, Korea Selatan, terlibat dalam kegiatan penyelaman dan hal tersebut mungkin sudah mempengaruhi komposisi genetik mereka secara bertahap. Studi ini memiliki potensi untuk menyingkap temuan-temuan medis yang sangat signifikan.

Berikut adalah informasi penting yang harus Anda pahami:
Terdapat sebuah pulau kecil di perairan Korea Selatan yang menjadi rumah bagi masyarakat dengan genetika istimewa. Kelompok Haenyeo, atau "wanita laut" dalam bahasa setempat, merupakan para penyelam tradisional asli Korea yang sudah mengeksplorasi kemampuan khusus untuk dapat bernapas bawah air lebih lama dibandingkan orang normal. Warga di sana dilengkapi dengan gen spesifik yang membantu menjaga stabilitas tekanan darah selama masa hamil, memberi perlindungan terhadap risiko potensial akibat variasi tekanan tersebut.Tradisi renang lama yang dimiliki oleh wanita-wanita di pulau tersebut untuk generasi sudah ratusan tahun mungkin telah menghasilkan sejumlah keistimewaan genetika pada diri mereka, seperti penurunan tekanan darah serta adaptasi terhadap suhu rendah - hal ini bisa membangun fondasi penting dalam bidang temuan kedokteran mendatang.
Haenyeo – istilah untuk "wanita laut" – merupakan para penyelam yang berasal dari Pulau Jeju, sebuah pulau yang berada sekitar 85 kilometer di bagian selatan semenanjung utama Korea Selatan.
Sejak masih muda, mereka diberi pelatihan untuk menyelam dalam ke dalam lautan dengan tujuan mengejar harta karun maritim yang terletak di dasar laut.
Suatu kelompok peneliti global sudah mengetahui bahwa tradisi Haenyeo yang dilestarikan sejak dulu kala telah memungkinkan mereka memiliki daya serap lebih baik, sehingga bisa menyelam dalam waktu lebih panjang daripada orang kebanyakan.
Akan tetapi, mereka juga menjalani perubahan genetika yang memberi mereka tekanan darah rendah serta ketahanan kuat terhadap suhu air yang dingin.
Apabila penemuan ini ternyata benar, Haenyeo dapat menjadi salah satu dari dua kategori umat manusia yang telah beradaptasi secara evolusioner untuk kegiatan penyelaman.
Keunikan Haenyeo
Pembahasan genom mendapati bahwa Haenyeo mempunyai tiga karakteristik unik.
Yang pertama adalah adaptasi non-genetik - bradikardia, yaitu detak jantung yang melambat, kurang dari 60 kali setiap menit.
Walaupun keadaan ini bisa disebabkan oleh masalah kesehatan, bradikardia pun dapat terjadi lewat olahraga jantung-paru. Kejadian tersebut juga timbul saat menyelam dalam sebagai sebagian dari reflek penyelaman mamalia.
“Saat seseorang melakukan penyelaman, gabungan antara menahan nafas dan terendam di bawah air mengaktifkan refleks penyelaman mamalia," ungkap Melissa Ann Ilardo, seorang spesialis adaptasi biologi manusia dari University of Utah, Amerika Serikat, yang memimpin studi tersebut. “ Salah satu dampaknya yaitu penurunan laju denyut jantung."
Ini membuat tubuh menyimpan oksigen, sehingga dapat menunda kebutuhan bernapas untuk jangka waktu yang lebih lama.
"Bila dibandingkan dengan individu yang memiliki latar belakang genetik serupa, penyelam profesional menunjukkan peningkatan denyut jantung yang lebih signifikan," kata Ilardo.
Tidak terdapat dasar genetis untuk klaim tentang adaptabilitas tersebut. Peneliti percaya bahwa tiap orang berpotensi meningkatkan keahlian semacam ini dengan melakukan latihan secara rutin selama bertahun-tahun.
Akan tetapi, jenis adaptasi lain mungkin berhubungan dengan perubahan genetik yang timbul dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Di dasar lautan, tekanan yang bertambah membuat pembuluh darah mengecil sehingga mengurangi aliran oksigen menuju otak, paru-paru, serta jantung.
"Maka, tubuh akan berbicara: Oksigen sangat terbatas, mari kita simpan untuk organ yang paling memerlukannya," ungkap Ilardo.
Dia menyebutkan pula bahwa tekanan darah naik selama penyelaman yang mendalam guna mempertahankan aliran oksigen ke organ-organ penting.
Kenaikan tekanan darah biasanya tidak menjadi halangan utama untuk para penyelam, tetapi wanita Haenyeo melanjutkan aktivitas menyelam meski sedang mengandung, di mana hipertensi dapat membawa risiko serius pada masa kehamilan tersebut.
Mengendalikan nafas sering kali dikuasai oleh wanita yang menderita apnea atau memiliki masalah pernapasan ketika tertidur, sebab kondisi tersebut terkait dengan kompleksitas kehamilan.
Ilardo menuturkan bahwa untuk wanita hamil yang mengalami apneu ketika tertidur, hal tersebut bagaikan merasakan diri sendiri "secara tidak sengaja bernapas di bawah air saat sedang tidur."
Akan tetapi, kelihatannya para Haenyeo berhasil menangani fenomena tersebut dengan bantuan mutasi genetik.
Ilardo mengadakan perbandingan antara genetik warga Pulau Jeju dengan kelompok di luar Jeju.
Hasil studi tersebut mengungkapkan bahwa masyarakat Jeju memiliki latar belakang genetik unik, ditandai oleh adanya dua variasi genetik - salah satunya memengaruhi ketahanan terhadap suhu rendah, dan varian lainnya berhubungan dengan pengurangan tekanan darah diastolik - yang keduanya berkembang di antara populasi ini.
Ilardo mengatakan, 'Kami percaya bahwa evolusi telah memberikan perlindungan kepada wanita hamil ini ketika mereka menyelam.' Tekanan darah diastolik mereka cenderung tidak naik setinggi pada individu dengan profil genetik lainnya, walaupun mereka masih terus menjalankan aktivitas tersebut.
Pemilihan alami pada pulau yang terpencil
Charles Darwin, seorang ilmuwan dari Inggris, menjadi orang Eropa pertama yang mencatat proses adaptasi evolusi pada habitat khas burung-burung finch di Kepulauan Galapagos.
Darwin mengamati bahwa burung-burung pada kepulauan itu menunjukkan variasi dalam bentuk dan ukuran paruh mereka.
Itu menunjukkan bahwa kelompok populasinya telah berkembang dengan ciri khas tertentu, dari generasi ke generasi, guna memudahkan akses pada jenis makanan yang hanya tersedia di kepulauan tersebut.
Sekilas seperti itu, masyarakat di Jeju memperlihatkan bagaimana evolusi genetik pada manusia bisa terjadi, khususnya sebagai akibat dari kearifan dalam budaya berbasis lautan yang telah bertahan selama berabad-abad.
Di satu titik waktu, menyelam menjadi sumber daya ekonomi utama yang menentukan identitas Pulau Jeju," ujar Ilardo. "Dahulu kala, hampir seluruh penduduk di Jeju merupakan penyelam.
Studi lain yang telah dijalankan oleh Ilardo menunjukkanbahwa Orang Bajau di Asia Tenggara telah mengalami evolusi dengan memiliki paru-paru yang lebih besar. Untuk menampung volume darah yang lebih besar berisi oksigen, sehingga memungkinkan mereka bertahan tanpa bernapas selama mungkin ketika menyelam.
Studi lain membahas tentang kebudayaan yang ada di lokasi-lokasi seperti Tibet, Etiopia, dan Andes, tempat masyarakat tersebut mengalami perkembangan mutasi genetik spesifik guna bertahan hidup pada ketinggian ekstrem.
Sebagai contoh, masyarakat Quechua di Peru serta kelompok Tibet mempunyai variasi genetik yang berlainan pada sebuah gene, namun kedua varian tersebut menghasilkan kemampuan bertambah dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan dengan tingkat oksigen rendah.
Ilardo ingin memperluas studi ini ke komunitas pemetik ikan bawah laut dari seluruh dunia serta mengebandingkannya dengan masyarakat yang bertempat tinggal di dataran tinggi. Tujuannya adalah agar hasilnya dapat membuka jalan bagi perkembangan terapis medis baru.
Jeju memiliki angka kematian akibat strok terendah kedua di Korea, sehingga cukup menggoda untuk mencari tahu cara gen-gen yang sudah berkembang tersebut berdampak pada fisiologi sistem peredaran darah penduduk setempat.
"Mutasi gen ini mungkin memberikan perlindungan yang dapat dimanfaatkan, secara teoritis, untuk menciptakan terapi stroke di berbagai belahan dunia," katanya.
Sumber: Variant fungsional dari EPAS1/HIF2A berhubungan dengan kadar hemoglobin pada penduduk Andes yang tinggal di dataran tinggi
Adaptasi Genetik dan Pelatihan pada Para Diver Haenyeo di Jeju, Korea
*Artikel ini awalnya dipublikasikan dalam versi Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
Editor: Yuniman Farid
ind:content_author: Matthew Ward Agius
Social Plugin