
, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi Mengeksekusi ide-nya dengan mengirimkan remaja yang memiliki masalah ke barak tentara. Pihak berwenang di Provinsi Jawa Barat sudah bekerja sama dengan Angkatan Darat Tentara Nasional Indonesia guna mewujudkan program ini.
Kira-kira 80 murid menjalani pembelajaran di Rindam III/Siliwangi, dan sebanyak 40 siswa lainnya melanjutkan studinya di Resimen Armed 1 Purwakarta. Semua peserta ini telah terdaftar atas permintaan orang tua masing-masing yang juga sudah menandatangi pernyataan tertulis untuk memastikan kesadaran anak-anak mereka dalam bergabung dengan program tersebut tanpa paksaan.
Beberapa negeri telah menerapkan metode bimbingan remaja dengan sistematika setengah militer. Akan tetapi, model yang dipakai oleh negeri-negeri itu tidak sama dengan konsep program Pemerintahan Jawa Barat ini.
Misalnya di Amerika Serikat, ada program bernama The National Guard Youth Challenge Program (NGYCP), yang diperkenalkan oleh Garda Nasional pada tahun 1993. Program ini bertujuan membantu remaja siswa berumur antara 16 hingga 18 tahun yang mempunyai tantangan dalam melanjutkan pendidikan formalnya. Seperti dituangkan dalam situs web resmi NGYCP, proyek ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan remaja bermasalah, mereka yang telah meninggalkan pendidikan formal, serta anak-anak dengan risiko tinggi sehingga dapat memperoleh sertifikat setingkat kelulusan SMA melalui kursus selama 17 bulan.
Pada saat yang sama, di China, ada lembaga pendidikan bernama Hengshui High School yang berlokasi di provinsi Hebei. Lembaga ini memiliki sistem pengajaran mirip militer dan terkenal dengan tatanan kedisiplinan serta metodologi belajar mengajarnya yang kuat dan serupa tentara. Biasanya, institusi tersebut biasanya menyambut murid-murid berasal dari latar kelompok ekonomi rendah. Mengutip Global Times Hengshui dikenal sebagai "pabrik gaokao" karena memberikan persiapan ketat kepada para siswanya guna mengikuti ujian masuk universitas nasional. Meskipun demikian, beberapa penelitian menyebutkan bahwa beban berlebih dari sistem tersebut mungkin berkaitan dengan sejumlah insiden bunuh diri yang tercatat di antara pelajar pada tahun 2015.
Adapun sekolah-sekolah di Finlandia Lebih menitikberatkan pada metode restorative justice daripada hukuman konvensional. Prioritas pokoknya ada pada pengembangan kembali relasi sosial yang rusak serta meningkatkan kesepahaman antar pihak, tidak hanya sebatas menerapkan denda atau sangsi. Saat timbul perselisihan, para guru kerapkali menjadi mediator dalam dialog kelompok yang melibatkan seluruh individu berkonflik tersebut. Dengan begitu, pelajar yang memiliki masalah bisa menyuarakan perasaannya, memahami posisi orang lain, lalu secara bersama-sama mendapatkan solusi yang adil. Metode ini pun turut menjadikan area bagi rasa simpati dan ekspresivitas emosi, sehingga tiap murid merasa dipandang nilai.
Sebagai komponen dari strategi tersebut, banyak sekolah Turut mengikutsertakan para siswa yang lebih tua sebagai mediators sebaya, orang-orangan ini telah dilatih khususnya untuk membantu menyelsaikan perselisihan kecil di kalangan teman satu tahun. Metode seperti ini mendorong terciptanya rasa bertanggung jawab dan pemimpin dari usia dini, sambil juga mendidik siswa agar bisa mencari solusi sendiri dan berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan. Di tambahan tersebut, siswa-siswa yang melakukan transgresi umunya tidak akan diperingatkan atau hukuman secara langsung; justru mereka diajak untuk melakukan introspeksi diri lewat penulisan, dengan maksud supaya dapat memahami akibat perbuatan mereka dan membuat skema nyata tentang bagaimana cara membenahi hal-hal yang sudah rusak.
Pada kondisi yang lebih berkeseriusan, pihak sekolah akan menyelenggarakan rapat gabungan meliputi murid-murid, para pengajar, serta orangtua. Tujuan utamanya adalah mengeksplor sumber masalah tingkah laku tertentu dan mencari jalan keluar yang saling kerjasama tanpa mempengaruhi proses tumbuh kembang si anak. Sejumlah lembaga pendidikan pun turut menjulangkan peranan siswa pada beberapa aktifitas sosialisasi di area sekolahan guna mengenalkan konsep tanggungjawab dan etika, seperti contohnya ikut campur tangan dalam acara-acara sekolaian maupun menjadi mentor bagi teman-temannya yang masih duduk dibangku rendah. Secara umum metode tersebut sangat efektif dalam mensosialisasikan nilai-nilai sadar, simpatik, serta semangat kepemilikan kepada setiap individunya tentang bagaimana seharusnya mereka merawat komunitas tempat belajarnya.
Di sisi lain, di Inggris, sebagaimana yang dikemukakan dalam situs web tersebut. Childawadvice Sekolah berkewajiban mengutamakan standar dan harapan tinggi tentang tindakan positif yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan sekolah, termasuk budaya, semangat kerja, nilai-nilai, sampai metode membimbing dan mendorong siswa agar bersikap baik. Sekolah juga harus mengetahui bagaimana bereaksi atas perbuatan yang tak layak. Sikap dan pendekatan sekolah terhadap perilaku hendaklah dapat dipahami oleh setiap pihak yang merupakan anggota komunitas sekolah, seperti siswa, karyawan, orangtua, maupun tamu. Setiap insan di lingkungan sekolah dituntut untuk saling menyayangi, menghormati, dan memberi harga diri satu sama lain.
Apabila suatu anggota tim melihat tingkah laku yang tak pantas, maka mereka harus bertindak dengan sigap, tegas, serta dalam kerangka petunjuk etiket sekolah. Yang utama ialah untuk menjamin kemanan semua orang di lingkungan sekolah dan mengembalikan atmosfer yang tenang.
Untuk menyampaikan aturan disiplin dengan jelas, masing-masing anggota tim harus bersikap konsisten, adil, serta seimbang agar tidak menimbulkan kebingungan. Hal ini diperlukan untuk menghindari persepsi yang keliru terhadap sistem pengaturannya. siswa Memahami bahwa semua jenis tingkah laku buruk akan selalu dihadapi secara sungguh-sungguh. Agar bisa mencegah peningkatan keadaan atau timbulnya permasalahan baru, pihak sekolah boleh merujuk pada metode de-escalation dan melibatkan teks serta kalimat yang sudah dirancang lebih dulu untuk mendukung pemulihan kondisi damai dan tertata baik.
Ervana Trikarinaputri serta Eka Yudha Saputra turut menyumbangkan pemikiran mereka pada tulisan ini.
Social Plugin