Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, akan melakukan panggilan telepon dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada hari Senin tanggal 19 Mei 2025. Mereka akan mendiskusikan usaha-usaha untuk meredakan konflik di Ukraina. Isu-isu kunci dalam pembicaraan ini meliputi traktasi damai serta pemberhentian kekerasan yang telah menyebabkan ratusan hingga ribuan korban jiwa antara pasukan Rusia dan Ukraina tiap minggunya, jumlahnya melebihi lima ribu orang.
Trump pun berencana menyentuh topik perdagangan selama pertemuan tersebut. Usai menelpon Putin, Trump berniat untuk menelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan beberapa kepala pemerintahan dari negara-negara anggota NATO.
Ini merupakan tahap diplomasi berikutnya setelah pertemuan langsung antara Ukraina dan Rusia di Istanbul pada hari Jumat pekan lalu. Pertemuan tersebut mencapai kesepakatan untuk bertukar 1.000 tahanan dari setiap negara.
1. Trump dan Putin tidak hadir dalam pembicaraan di Istanbul

Rapat di Istanbul kemarin adalah pembicaraan langsung pertama antara Rusia dan Ukraina dalam tiga tahun belakangan. Meskipun demikian, tidak ada perjanjian gencatan senjata yang dicapai dari rapat itu. Undangan Presiden Zelensky kepada Putin untuk hadir ditolak, dengan hanya utusan berpangkat rendah yang dikirim oleh pihak Rusia.
Zelensky menyuarakan kritikan terhadap keputusan tersebut, mengatakan hal ini mencerminkan bahwa Rusia tak sungguh-sungguh dalam upaya meredam konflik. Sebelumnya, Trump bersedia ikut serta di pertemuan di Turki apabila Putin turut hadir, tetapi kemudian membatalkannya.
"Lihat, tidak ada yang akan berubah sebelum pertemuan antara Putin dan saya, setuju? Dan tentu saja dia tidak akan meninggalkan posisinya. Meskipun dia akhirnya pergi, ia merasa bahwa aku lah yang akan mundur lebih dulu. Ia hanya akan mengundurkan diri apabila saya tidak lagi hadir," ujar Trump, seperti dilaporkan oleh media tersebut. CNN International , Minggu (18/5/2025).
Trump percaya bahwa keberhasilan besar hanya dapat dicapai apabila dia dan Putin bertemu secara langsung. Pendapatnya itu ia ungkapkan lagi saat diwawancarai oleh Fox News .
“Saya lelah dengan orang lain yang pergi dan bertemu dan segala macam lainnya,” ujarnya.
Dia menyebutkan pula bahwa Putin merasa "letih dengan segalanya" dan tampak "kurang sehat."
2. Rusia menolak gencatan senjata, Ukraina mengkritisi persyaratan terbaru.

Walaupun pertemuan di Istanbul berhasil mencapai persetujuan tentang pertukaran tawanan, Rusia enggan menerima permintaan dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa agar mengimplementasikan jeda tembak selama 30 hari. Setelah perundingan tersebut, Ukraina sekali lagi memohon adanya traktasi total dan tanpa prasyarat. Akan tetapi, petinggi Ukraina melaporkan bahwa Kremilin telah merumuskan tuntutan-tuntutan tambahan yang tak bisa mereka terima.
Dilansir dari BBC Satu kondisi yang diajukan Rusia ialah agar Ukraina mencabut pasukannya dari hampir seluruh wilayah negaranya. Tim delegasi Rusia di bawah kepemimpinan Vladimir Medinsky merespons positif terhadap hasil diskusi tersebut dan bersedia untuk berlanjut dalam komunikasi lebih lanjut. Spokesperson Kremli Dmitry Peskov membenarkan bahwa panggilan telepon akan dilakukan antara Putin dan Trump telah disusun.
Peskov juga mengatakan bahwa pertemuan tatap muka antara Zelensky dan Putin berpotensi terwujud. Akan tetapi, dia menjelaskan hal tersebut baru dapat direalisasikan apabila telah tersedia kesepakatan nyata di antara keduanya. Meskipun demikian, Rusia masih membuka diri untuk melakukan pembicaraan tambahan walaupun tidak mau mendengar paksaan dari pihak asing.
3. Serangan drone yang dilancarkan Rusia menewaskan warga sipil setelah pertemuan perundingan

Berjam-jam usai pertemuan di Istanbul, serangan drona yang dilancarkan oleh pasukan Rusia mengenai sebuah bus penumpang di daerah Bilopillya, Sumy, Ukraina. Insiden tersebut menyebabkan kematian sembilan orang warga biasa, termasuk sekeluarga dengan anggota yakni bapak, ibu, dan putri mereka; sementara itu tujuh korban lainnya terluka. Luka-luka yang dialami antara lain berupa bakaran, patah tulang, hingga cidera karena ledakan.
Zelensky mengkritik serangan itu dengan sebutan "penggerebekan warga sipil yang direncanakan" dan mendeskripsikannya sebagai "tindak kriminal perang yang licik." Dia meminta tindakan sanksi tambahan terhadap Moskow untuk mencegah Rusia melanjutkan kebrutan mereka.
" Ini adalah tindakan perang sengaja dan biadab," ujar Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha.
Rusia menyatakan bahwa serangan itu bertujuan untuk memukul peralatan militer Ukraina yang berada di daerah Sumy. Laporan dari media negara Rusia mencatat bahwa sasarannya adalah "zona tempat berkumpulnya tentara." Departemen Pertahanan Rusia tetap menyangkal adanya upaya menyerang penduduk umum sejak dimulainya serbuan besar-besaran ke Ukraina pada bulan Februari tahun 2022.
Social Plugin