Pertama di Dunia, Indonesia Ekspor 12 Juta Karbon Berbasis Teknologi ke Norwegia


JAKARTA — Indonesia akan menjadi negara pertama di dunia yang menjual kredit karbon berbasis teknologi ke pasar internasional. Norwegia menjadi mitra utama dalam transaksi perdana ini.

Kesepakatan ini dimulai dengan penandatanganan Framework Agreement antara PT PLN (Persero) dan Global Green Growth Institute (GGGI), di bawah kerja sama bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia. Dengan perjanjian ini, Indonesia akan menyalurkan hasil mitigasi emisi sebesar 12 juta ton setara karbon dioksida (CO₂e) dari proyek energi terbarukan.

Penandatanganan tersebut merupakan bagian dari implementasi Generation-Based Incentive (GBI) Programme dan tindak lanjut dari kerja sama Indonesia-Norwegia yang telah disepakati antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Iklim dan Lingkungan Norwegia.

“Kami melihat kerja sama ini sebagai awal dari fase implementasi nyata. Indonesia ingin memastikan pasar karbon yang dibangun memiliki integritas tinggi, transparan, dan memberi manfaat langsung bagi masyarakat serta lingkungan,” ujar Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam siaran pers, Jumat (14/11/2025).

Penandatanganan Framework Agreement PLN-GGGI menjadi langkah penting menuju kesepakatan Mitigation Outcome Purchase Agreement (MOPA) yang direncanakan ditandatangani pada akhir Desember 2025.

Implementasi MOPA ini akan menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di dunia yang menjalankan perdagangan karbon internasional berdasarkan Article 6.2 Perjanjian Paris. Hal ini juga akan memperluas mekanisme pasar karbon nasional menuju sektor teknologi energi bersih.

Sebelumnya, kerja sama bilateral Indonesia-Norwegia fokus pada sektor Nature-Based Solutions (NBS) melalui skema Result-Based Contribution (RBC) Norwegia yang telah memberikan kontribusi hingga US$260 juta untuk pengelolaan hutan Indonesia.

“Kami mengapresiasi komitmen Norwegia yang bersedia menanggung Share of Proceeds sebesar 5% untuk kegiatan adaptasi. Indonesia mengusulkan agar dana ini disalurkan melalui mekanisme Dana Iklim Nasional, sehingga pelaksanaannya lebih efektif dan sejalan dengan prioritas nasional,” tambah Hanif.

Dalam sambutannya, Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia, Andreas Bjelland Eriksen, menyatakan keyakinannya terhadap kesiapan Indonesia dalam memimpin agenda perdagangan karbon berintegritas tinggi di tingkat global.

“Bagi Norwegia, keberhasilan pelaksanaan program ini baru merupakan awal. Kami yakin langkah bersama ini akan membuka jalan bagi kolaborasi yang lebih luas di bidang teknologi dan investasi hijau,” jelas Andreas Bjelland Eriksen.

Pada sesi Leaders Summit 6–7 November 2025, Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia Hashim Djojohadikusumo menyampaikan kembali komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat aksi iklim melalui pembangunan berkeadilan.

Dalam Second Nationally Determined Contribution (SNDC), Indonesia menargetkan penurunan emisi 1,2–1,5 gigaton CO₂e pada 2035, dengan bauran energi terbarukan 23% pada 2030, serta pengembangan teknologi energi baru.

“Indonesia datang ke Belém dengan pesan yang jelas: kami teguh memperkuat aksi iklim nasional dan siap bekerja sama dengan negara lain untuk mendorong inisiatif yang inklusif, ambisius, dan berorientasi hasil,” kata Hashim.

Sebagai pelaksana utama kerja sama ini, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menyampaikan kesiapan PLN untuk mempercepat transisi energi melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.

“Dalam sepuluh tahun ke depan, Indonesia akan menambah kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt, dan sekitar 76% di antaranya berasal dari energi terbarukan dan teknologi penyimpanan energi,” ujar Darmawan.

RUPTL terbaru menjadi peta jalan strategis PLN untuk mempercepat transisi energi bersih menuju NZE 2060 atau lebih cepat, memperluas elektrifikasi di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), menciptakan lapangan kerja hijau, serta memperkuat ketahanan energi nasional.

“Kami optimis target transisi energi Indonesia dapat tercapai, dengan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dari sisi teknologi, pembiayaan, peningkatan kapasitas dan regulasi,” kata Darmawan.