Media Asing Soroti Gangguan Preman di Proyek Mobil Listrik Indonesia

– Surat kabar luar negeri dari Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), menggambarkan intervensi sekelompok kelompok tidak bermoral yang menyamar sebagai organisasi kemasyarakatan (ORMAS) terhadap proyek pembangunan pabrik kendaraan listsrik di Indonesia.

Dalam laporannya yang bertajuk "Revolution Kendaraan Listrik Indonesia Terhenti oleh Masalah Preman Gangster", SCMP menganggap hal ini sebagai rintangan besar terhadap tujuan Indonesia untuk menjadi poros industri kendaraan listrik di wilayah Asia Tenggara.

"Di Indonesia, ambisi untuk menjadi pemain utama dalam kendaraan listrik di kawasan ASEAN berbenturan dengan lawannya yang sudah lama ada: sindikat kriminal terorganisir yang disebut preman," demikian ditulisnya. SCMP , dikutip Selasa (6/5/2025).

Kekerasan Preman Mengganggu Proyek Pembangunan Pabrik BYD

Perhatian SCMP timbul setelah Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menyatakan ada intervensi dari organisasi massa yang mengganggu proses pembangunan pabrik kendaraan listsrik milik perusahaan asal Cina, Build Your Dreams (BYD), di wilayah Subang, Jawa Barat.

Pernyataan tersebut dikemukakan setelah Eddy mengunjungi kantor pusat BYD di Shenzhen, China pada tanggal 20 April yang lalu.

"Saya dengar kalau ada masalah soal premanisme dan organisasi massa yang ganggu proyek pembangunan fasilitas produksi BYD. Menurut saya, hal tersebut mesti ditindak dengan keras. Pemerintah perlu beraksi tegas guna menyelesaikan persoalan ini," ungkap Eddy melalui postingan di akun Instagram resmi miliknya, seperti dilaporkan pada hari Selasa (22/4/2025).

Menurut dia, investasi strategis semacam BYD perlu memperoleh pelindungan dan dukungan lengkap dari pihak berwenang. Eddy mengatakan penting sekali untuk memberikan keamanan yang baik kepada para pemodal sehingga proses industrialisasi serta pengolahan produk menjadi lebih maju tidak tertunda.

Pabrik BYD yang berada di Subang kini merupakan salah satu usaha otomotif terkemuka di wilayah ASEAN dengan dana investasi sebesar Rp 11,7 triliun. Pusat produksi itu direncanakan untuk menghasilkan hingga 150.000 kendaraan setiap tahunnya di tahap pertama dan akan membentuk lebih dari 18.800 pekerjaan baru.

Gangguan Juga Dialami VinFast

Permasalahan serupa tampaknya juga dirasakan oleh VinFast, perusahaan pembuat mobil listrik dari Vietnam, yang sedang mengembangkan instalasi bernilai 200 juta dolar AS di area industri yang sama.

Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia serta mantan Kepala Staf Presiden, Moeldoko, mengakui keberadaan laporan tentang masalah yang sama.

“VinFast juga melaporkan telah mengalami gangguan. Saya telah membantu dengan berkomunikasi langsung kepada para pemimpin daerah,” kata Moeldoko.

Pemerintah Diminta Tegas

Menjawab tantangan tersebut, pihak berwenang lewat beberapa petinggi menyatakan kesetiaannya dalam mengatasi permasalahan kekeroyokan di area bisnis.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan pentingnya kehadiran negara untuk menjamin iklim investasi yang sehat.

“Premanisme tidak boleh terjadi, karena akan mengganggu upaya kita menciptakan investment climate yang baik,” ujar Agus di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/4/2025).

Dia menyatakan bahwa pemerintah perlu mengirimkan pesan kuat yang menunjukkan ketidaktoleransian terhadap perilaku premanis, mencakup area di luar bidang industri.

Pada saat yang sama, Menteri Investasi atau Kepala BKPM Rosan P. Roeslani menyatakan bahwa tim mereka sudah mendapatkan keluhan dari para investor berkaitan dengan gangguatan oleh ormas.

Dia mengatakan bahwa laporannya telah diproses melalui kerjasama antar instansi, mencakup polisi nasional sampai petugas setingkat kecamatan.

"Kita telah melakukan koordinasi dengan Kapolri, Kapolda, hingga Kapolsek guna memastikan bahwa insiden serupa tak akan terulang," ungkap Rosan ketika mengumumkan capaian investasi kuartal I tahun 2025 di Jakarta, pada hari Selasa, tanggal 29 April 2025.

Penyebab Utama dan Hambatan yang Dihadapi Pemerintah

Dalam laporannya, SCMP mengupas pula asal-usul kekerasan berkedok bisnis di Indonesia, yang diyakini telah muncul sejak masa penjajahan Belanda.

Pada masa lalu, para preman dipergunakan sebagai sarana untuk mengeksploitasi sumber daya milik penjajah. Saat ini, tugas mereka dikatakan sudah berganti dan kini menjadi bagian integral dari sistem sosial, ekonomi, bahkan politik.

SCMP meragukan kemampuan Indonesia dalam menghilangkan premanisme tanpa perlu "bersikap fleksibel" terhadap kelompok-kelompok berpengaruh yang ada di belakangnya.

"Untuk negara yang berambisi menjadi pemain utama dalam produksi mobil listrik, pertanyannya adalah: bisa tidak pemerintah mengendalikan kejahatan organisasi tanpa menyusun perjanjian?" demikian dilansir dari SCMP.