Fakta-Fakta Geng Comando Vermelho yang Dibongkar Polisi Brasil

Operasi Razia Besar-Besaran di Rio de Janeiro

Pada Selasa (28/10/2025), terjadi operasi razia besar-besaran di Rio de Janeiro yang menewaskan 132 orang dalam bentrokan dengan geng Comando Vermelho (CV). Peristiwa ini menjadi pembantaian paling mematikan dalam sejarah Brasil. Aksi tersebut melibatkan 2.500 polisi dan tentara yang mengepung kompleks favela Penha dan Alemão, markas utama geng tersebut.

Operasi tersebut mengundang perhatian publik terhadap siapa sebenarnya geng CV dan bagaimana mereka bisa menjadi kekuatan kriminal paling ditakuti di Brasil.

Dari Penjara Ilha Grande Laahir Kelompok Paling Ditakuti


Comando Vermelho berawal dari penjara Candido Mendes di pulau Ilha Grande pada 1979. Saat itu, tahanan politik dan penjahat biasa ditempatkan dalam satu sel oleh rezim militer Brasil. Dalam kondisi tak manusiawi, mereka membentuk aliansi perlindungan diri bernama Falange Vermelha, yang kemudian dikenal publik sebagai Comando Vermelho.

Awalnya, kelompok ini berdiri untuk melindungi hak-hak tahanan dan membantu pelarian rekan mereka. Ideologi kiri dari para tahanan politik ikut membentuk sistem solidaritas internal, sebelum akhirnya kelompok ini berubah arah ke dunia kejahatan terorganisir.

Dari balik jeruji, jaringan CV mulai melakukan perampokan bank demi menopang kehidupan di penjara. Namun, keuntungan dari perdagangan narkoba segera membuat mereka mengubah strategi, dan sejak itu, CV tumbuh menjadi organisasi kriminal besar yang keluar dari balik tembok penjara.

Bertumbuh Jadi Kekaisaran Kriminal di Seluruh Brasil


Selama hampir setengah abad, CV berkembang dari geng penjara menjadi jaringan kejahatan berskala nasional. Mereka memiliki basis kuat di favela-favela (pemukiman kumuh) Rio de Janeiro dan terus memperluas pengaruh hingga ke seluruh negeri.

Jumlah anggota mereka diperkirakan mencapai 30 ribu orang pada 2020, sebagian besar berasal dari komunitas miskin dan kulit hitam di wilayah kumuh. Para anggota ini menjalankan operasi harian seperti perdagangan kokain, ganja, dan senjata lintas negara.

Mereka bahkan memiliki jalur logistik hingga ke wilayah utara seperti Amazonas dan Mato Grosso, serta koneksi dengan pemasok kokain di Bolivia. Ekspansi besar-besaran itu membuat CV menjadi kekuatan kriminal yang tak mudah digoyahkan.

Lebih Ganas dari Rivalnya, Primeiro Comando da Capital


Dalam dunia bawah tanah Brasil, CV dikenal lebih brutal dibandingkan rival utamanya, Primeiro Comando da Capital (PCC) dari São Paulo. Karakter mereka jauh lebih konfrontatif, terutama terhadap polisi.

Ignacio Cano, ahli kejahatan terorganisir dari Universitas Negeri Rio de Janeiro, menjelaskan perbedaan besar di antara keduanya. “CV adalah yang paling resisten terhadap otoritas, sering merespons dengan tembakan hebat dan bom dari drone,” katanya.

Sementara itu, PCC cenderung lebih terorganisir dan menghindari konflik terbuka. Namun, fleksibilitas budaya di Rio justru membuat struktur CV lebih longgar dan tak terkendali, memicu tingkat kekerasan yang lebih tinggi dalam setiap bentrokan.

Memerintah Favela dengan Tangan Besi dan Rasa Takut


Di banyak favela yang mereka kuasai, CV menjalankan pemerintahan sendiri yang menggantikan peran negara. Aturan keras mereka menuntut ketaatan penuh warga, dan siapa pun yang dianggap melanggar bisa berakhir tragis.

Misalnya, warga yang membantu polisi selama operasi bisa dijatuhi hukuman mati dengan cara menyakitkan, lalu jasadnya dihilangkan untuk menimbulkan trauma dan ketakutan. Bahkan, pertengkaran kecil di pesta funk dapat berujung pada penyiksaan brutal seperti direndam berjam-jam dalam tangki es.

Meski mengerikan, banyak warga tetap bergantung pada geng ini karena mereka menyediakan pekerjaan dan keamanan bagi masyarakat miskin yang terpinggirkan.

Kembali Kuasai Rio dengan Strategi Berdarah


Sejak 2022, CV berhasil merebut kembali sebagian besar wilayah Rio de Janeiro dari geng rival dan kelompok milisi. Data dari Institut Fogo Cruzado dan Universitas Federal Fluminense menyebut CV kini menguasai lebih dari setengah kota.

Ekspansi mereka meliputi pengendalian jalur Sungai Solimões di Amazon yang menjadi rute utama pasokan kokain dari Colombia, Peru, dan Bolivia. Namun, upaya untuk memperkuat dominasi ini terus diwarnai pertumpahan darah.

Pada Februari 2025, CV sempat menandatangani gencatan senjata dengan PCC, tapi perjanjian itu hanya bertahan beberapa minggu sebelum pecah lagi karena persaingan lokal. Meski operasi polisi makin gencar, CV tetap mempertahankan wilayahnya, menunjukkan bahwa perang antara geng, milisi, dan aparat di Rio masih jauh dari kata berakhir.