
Kesiapan Jonan Menghadapi Tugas Baru
JAKARTA – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero), Ignasius Jonan, menyatakan kesiapannya untuk menerima tugas atau amanah apapun yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Pernyataan ini disampaikannya setelah bertemu dengan Prabowo selama dua jam di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Senin (3/11/2025).
Jonan mengungkapkan bahwa sebagai warga negara, ia siap bekerja untuk negara jika diminta dan mampu melakukannya. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut tergantung dari pihak yang memberikan tugas.
"Kalau sebagai warga negara, kalau diminta untuk bekerja untuk negara ya mestinya siap, kalau mampu. Kalau saya mampu sih, ya (siap). Itu aja sih. Ya tergantung yang ngasih tugas," ujarnya.
Jonan menjelaskan bahwa ia bersedia menerima tawaran apa pun selama bisa ia lakukan. Namun, ia juga menyatakan bahwa ia bisa saja menolak jika tidak sanggup.
"Ya itu saya kira setiap warga negara, ya. Kalau ditugaskan ya, kalau selama saya bisa pasti mau sih. Kalau saya bisa," tambahnya.
Meski demikian, Jonan tidak memberikan komentar lebih jauh mengenai kemungkinan tugas baru tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada tawaran apa pun yang diterimanya, termasuk tawaran menjadi Menteri Perhubungan.
"Ongkang, nggak ada (tawaran). Kita diskusi aja. Saya diskusi sharing pandangan saya sebagai rakyat. Itu aja kok. Boleh dong," katanya menolak tawaran tersebut.
Tidak Terlibat dalam Polemik Whoosh
Jonan juga menolak untuk berkomentar lebih lanjut mengenai polemik utang KCJB (Whoosh). Ia beralasan bahwa dirinya sudah pensiun dari kabinet, sehingga tidak etis untuk menyampaikan pendapatnya terkait proyek yang sempat ia lawan dahulu.
Ia menegaskan bahwa Prabowo tidak bertanya kepada dirinya mengenai pandangan tentang proyek Whoosh. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk tidak memberikan komentar terkait proyek tersebut, termasuk cara melunasi utang dan opsi perpanjangan tenor.
"Saya kira kalau, saya nggak tahu ya, soal Whoosh sih beliau nggak tanya ke saya pandangannya apa segala, nggak. Saya nggak komentar soal yang begituan. Wong saya udah pensiun, nggak punya kewenangan kok. Nggak, jangan. Nggak boleh," bantahnya.
Menurut Jonan, Prabowo memiliki cara tersendiri dan kebijakan terbaik untuk proyek tersebut. Ia kembali menegaskan bahwa kedatangannya ke Istana hanya untuk berbagi cerita dan berdiskusi sebagai rakyat dan warga negara.
Diskusi dengan Prabowo
Selama diskusi berlangsung, Kepala Negara mendengarkan dengan baik. Jonan menjelaskan bahwa mereka membahas berbagai program yang dijalankan oleh Prabowo selama ini. Termasuk peran aktif Prabowo dalam diplomasi luar negeri, pengembangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta partisipasi BUMN untuk Indonesia.
Diskusi tersebut juga mencakup program Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, hingga Koperasi Desa Merah Putih yang mampu menciptakan efek merambat (multiplier effect) kepada perekonomian.
"Ngga ada sama sekali (bahas kereta cepat). Saya pikir sih, mestinya beliau kan pasti punya kebijakan sendiri ya mengenai ini. Kan Whoosh-nya sendiri secara operasional bagus. Kalau yang lain-lain ya mungkin tanya beliau sendiri deh," tutup Jonan.
Polemik Whoosh
Sebagai informasi, KCJB alias Whoosh kini menghadapi beban utang yang cukup berat. KAI selaku induk usaha dan salah satu pemegang saham terbesar, bersama dengan tiga BUMN lainnya harus menanggung renteng kerugian dari Whoosh sesuai porsi sahamnya di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PT PSBI).
Dalam laporan keuangan per 30 Juni 2025 (unaudited) yang dipublikasikan di situs resminya, entitas anak KAI, PT PSBI, tercatat merugi hingga Rp 4,195 triliun sepanjang 2024. Artinya, dalam sehari saja bila menghitung dalam setahun ada 365 hari, konsorsium BUMN Indonesia harus menanggung rugi dari beban KCIC sebesar Rp 11,493 miliar per hari.
Kerugian itu masih berlanjut tahun ini. Hingga semester I-2025 atau periode Januari–Juli, PSBI sudah membukukan kerugian sebesar Rp 1,625 triliun.
Sebelum mulai digarap, proyek ini sejatinya sudah menuai banyak kontroversi. Jonan menjadi salah satu sosok yang menentang pembangunan kereta cepat sejak awal. Sikap tegas itu terbawa hingga ia menjabat sebagai Menteri Perhubungan (Menhub) pada periode pertama Presiden ke-7 Joko Widodo.
Pria asal Surabaya itu mengharamkan dana APBN digunakan untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Ia juga menolak memberikan izin trase kala itu karena masalah konsesi, di mana KCIC meminta konsesi KCJB adalah 50 tahun sejak kereta beroperasi, sementara menurut aturan konsesi seharusnya dimulai dari penandatanganan kontrak.
Jonan menegaskan keputusannya itu untuk menegakkan aturan yang berlaku, yakni sesuai dengan Perpres Nomor 107 Tahun 2015 dan UU Nomor 23 Tahun 2007. Belakangan, konsesi KCJB kini malah ditetapkan menjadi 80 tahun.
Diberitakan Harian Kompas, 1 Februari 2016, izin trase dari Kementerian Perhubungan sempat terkatung-katung lantaran Jonan belum menerbitkan izinnya. Menurutnya, alasan belum keluarnya izin, karena dirinya tegas mengikuti koridor regulasi.
"Saya kira publik tidak pernah memahami UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan peraturan menteri yang mengikutinya. Kalau mereka tahu, mereka akan mengerti saya hanya menjalankan undang-undang," kata Jonan saat itu.
"Mereka sebagai pengusaha tentu akan minta kemudahan sebanyak-banyaknya. Kementerian BUMN tentu minta sebanyak-banyaknya, kita (Kementerian Perhubungan) yang harus mengaturnya," tambahnya.
Social Plugin